public inbox for gwml@vger.gnuweeb.org
 help / color / mirror / Atom feed
From: James Ed Randson <jimedrand@disroot.org>
To: Gwml <gwml@vger.gnuweeb.org>
Subject: Naskah debat mengenai cancel culture di lingkup jaringan Fediverse (text-only)
Date: Tue, 18 Nov 2025 12:43:47 +0100	[thread overview]
Message-ID: <59e1e1617ec319b9cc3174d2443b9a8d@disroot.org> (raw)

[-- Attachment #1: Type: text/plain, Size: 10087 bytes --]

NASKAH DEBAT AKADEMIK: CANCEL CULTURE DALAM KONTEKS JARINGAN FEDIVERSE

INFORMASI DEBAT Mosi: Cancel Culture sebagai Mekanisme Akuntabilitas 
dalam Jaringan Terdesentralisasi Format: Debat Parlementer Akademik 
Konteks: Jaringan Fediverse (ActivityPub & AT Protocol)

================================================================================

POSISI AFIRMASI: CANCEL CULTURE SEBAGAI MEKANISME AKUNTABILITAS SOSIAL 
YANG DIPERLUKAN

PEMBUKAAN

Yang terhormat adjudikator, rekan-rekan debater, dan hadirin yang saya 
hormati,

Cancel culture, atau budaya pembatalan, merupakan fenomena sosiologis 
kontemporer yang mencerminkan demokratisasi akuntabilitas publik di era 
digital. Dalam konteks jaringan terdesentralisasi seperti 
Fediverse--yang mencakup protokol ActivityPub (Mastodon, Pleroma, 
Misskey) dan AT Protocol (Bluesky)--cancel culture berfungsi sebagai 
mekanisme bottom-up untuk menegakkan norma komunitas dan menangani 
perilaku problematik yang seringkali luput dari moderasi institusional.

ARGUMENTASI PRIMER

  	* Desentralisasi Kekuasaan Moderasi

Berbeda dengan platform terpusat seperti Twitter atau Facebook, 
Fediverse beroperasi melalui instance-instance independen dengan 
kebijakan moderasi yang beragam. Ketika mekanisme moderasi formal 
gagal--seperti kasus administrator instance yang lambat merespons 
pelecehan atau hate speech--cancel culture berperan sebagai sistem 
check-and-balance alternatif.

STUDI KASUS: Pada tahun 2023, komunitas Mastodon berhasil mengisolasi 
instance gab.com yang dikenal menyebarkan konten supremasi kulit putih 
melalui kampanye defederasi massal. Tindakan kolektif ini membuktikan 
bahwa cancel culture dapat melindungi ruang digital dari aktor-aktor 
berbahaya tanpa bergantung pada otoritas sentral.

  	* Amplifikasi Suara Minoritas

Struktur Fediverse yang terdesentralisasi memberikan platform bagi 
komunitas marjinal yang sering diabaikan di media mainstream. Cancel 
culture dalam konteks ini menjadi alat pemberdayaan bagi 
kelompok-kelompok minoritas untuk menuntut pertanggungjawaban publik.

STUDI KASUS: Kampanye #FediBlock di Mastodon memungkinkan pengguna dari 
komunitas LGBTQ+, BIPOC, dan kelompok rentan lainnya untuk 
mengidentifikasi dan memblokir instance atau individu yang terlibat 
dalam harassment sistematis, menciptakan safe spaces yang lebih 
inklusif.

  	* Konsekuensi Reputasional sebagai Deterrent

Dalam ekonomi perhatian digital, reputasi merupakan mata uang sosial 
yang berharga. Cancel culture menciptakan konsekuensi reputasional yang 
dapat mendorong perubahan perilaku positif.

STUDI KASUS: Kasus kontroversial developer open-source yang menggunakan 
platform Fediverse untuk menyebarkan pandangan misoginis pada tahun 2024 
menunjukkan bagaimana pressure sosial kolektif dapat mendorong refleksi 
dan perubahan--atau setidaknya, membatasi jangkauan pengaruh individu 
problematik tersebut.

PENUTUP

Cancel culture, ketika dipraktikkan dengan prinsip-prinsip restorative 
justice dan proporsionalitas, merupakan evolusi natural dari 
akuntabilitas sosial di era digital terdesentralisasi. Dalam ekosistem 
Fediverse yang demokratis, fenomena ini bukan sekadar vigilantisme 
digital, melainkan manifestasi dari collective governance yang 
diperlukan untuk menjaga kesehatan komunitas online.

================================================================================

POSISI OPOSISI: CANCEL CULTURE SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP DISCOURSE PUBLIK 
YANG SEHAT

PEMBUKAAN

Yang terhormat adjudikator, rekan-rekan debater, dan hadirin yang saya 
hormati,

Kami dengan tegas menolak romanticization cancel culture sebagai 
mekanisme akuntabilitas yang legitimate. Dalam konteks jaringan 
Fediverse, cancel culture justru mengeksaserbasi fragmentasi sosial, 
menciptakan echo chambers yang intoleran, dan mengabaikan 
prinsip-prinsip fundamental due process. Fenomena ini bukan 
demokratisasi keadilan, melainkan democratization of mob justice--dengan 
konsekuensi yang merusak integritas discourse publik.

ARGUMENTASI PRIMER

  	* Fragmentasi dan Balkanisasi Informasi

Struktur terdesentralisasi Fediverse, ketika dikombinasikan dengan 
cancel culture, menciptakan balkanisasi ekstrem dalam ekosistem 
informasi. Praktik defederasi preventif--memblokir entire instances 
berdasarkan rumor atau guilt by association--telah menciptakan silo-silo 
informasional yang menghambat dialog lintas-perspektif.

STUDI KASUS: Instance Mastodon akademik seperti scholar.social mengalami 
defederasi dari beberapa instance aktivis hanya karena menghosting 
diskusi kontroversial tentang free speech dan deplatforming. Hal ini 
menunjukkan bagaimana cancel culture dapat menghambat discourse akademik 
yang legitimate dan menciptakan intellectual homogeneity yang 
kontraproduktif.

  	* Absence of Due Process dan Natural Justice

Cancel culture dalam Fediverse sering mengabaikan prinsip-prinsip 
fundamental natural justice: presumption of innocence, right to be 
heard, dan proportionality of punishment. Keputusan untuk "membatalkan" 
individu atau instance seringkali dibuat berdasarkan informasi parsial, 
tanpa verifikasi memadai, dan tanpa memberikan kesempatan pembelaan.

STUDI KASUS: Kontroversi pada tahun 2024 melibatkan developer Pixelfed 
yang di-cancel karena screenshot percakapan yang diambil out of context. 
Meskipun kemudian terbukti bahwa konteks percakapan tersebut berbeda 
dari narasi awal, damage reputasional yang terjadi sudah irreversible. 
Kasus ini mengilustrasikan bagaimana cancel culture dapat menjadi weapon 
of character assassination tanpa safeguards prosedural.

  	* Chilling Effect terhadap Free Expression

Cancel culture menciptakan climate of fear yang menghambat free 
expression dan intellectual risk-taking. Di Fediverse, fenomena 
self-censorship meningkat karena pengguna takut menjadi target kampanye 
pembatalan jika mengekspresikan pandangan yang unpopular atau 
controversial.

STUDI KASUS: Survey informal pada komunitas Mastodon menunjukkan bahwa 
67% responden mengaku self-censor untuk menghindari konflik atau 
backlash. Peneliti dan akademisi melaporkan keengganan untuk 
mendiskusikan topik-topik sensitif seperti gender ideology, race 
relations, atau geopolitics di platform Fediverse karena takut 
misinterpretasi dapat memicu kampanye pembatalan. Hal ini menghambat 
marketplace of ideas yang esensial bagi kemajuan pengetahuan.

PENUTUP

Cancel culture dalam jaringan Fediverse bukan solusi terhadap 
problematika moderasi konten, melainkan manifestasi dari tribal politics 
yang merusak fondasi discourse publik yang sehat. Alternatif yang lebih 
konstruktif mencakup penguatan mekanisme moderasi transparan, 
implementasi restorative justice frameworks, dan promosi kultur dialog 
yang menghargai nuance dan good faith disagreement.

================================================================================

PERTANYAAN UNTUK CROSS-EXAMINATION

UNTUK TIM AFIRMASI:

	*

Bagaimana Anda membedakan antara legitimate accountability dan mob 
justice dalam praktik cancel culture?
	*

Apa safeguards yang dapat diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan 
cancel culture terhadap individu innocent atau vulnerable?
	*

Bagaimana Anda merespons argumen bahwa cancel culture justru memperkuat 
power dynamics yang ada dengan memberikan senjata baru kepada kelompok 
yang sudah dominan?

UNTUK TIM OPOSISI:

	*

Jika cancel culture bukan solusi, mekanisme akuntabilitas alternatif apa 
yang Anda usulkan untuk menangani bad actors dalam ekosistem 
terdesentralisasi?
	*

Bagaimana Anda menjelaskan kasus-kasus di mana cancel culture berhasil 
membatasi penyebaran hate speech dan harassment yang legitimate?
	*

Apakah concern terhadap free speech tidak justru digunakan sebagai 
shield oleh individu-individu yang ingin menghindari konsekuensi dari 
harmful behavior mereka?

================================================================================

REFERENSI AKADEMIK

LITERATUR PRIMER:

Ng, E. (2020). No Grand Pronouncements Here...: Reflections on Cancel 
Culture and Digital Media Participation. Television & New Media, 21(6), 
621-627.

Bouvier, G. (2020). Racist call-outs and cancel culture on Twitter: The 
limitations of the platform's ability to define issues of social 
justice. Discourse, Context & Media, 38, 100431.

Rini, R. (2021). The Ethics of Microaggression. Routledge Studies in 
Ethics and Moral Theory.

LITERATUR SEKUNDER:

Clark, M. D. (2020). DRAG THEM: A brief etymology of so-called "cancel 
culture". Communication and the Public, 5(3-4), 88-92.

Romano, A. (2020). Why we can't stop fighting about cancel culture. Vox 
Media.

STUDI FEDIVERSE-SPECIFIC:

Zignani, M., Gaito, S., & Rossi, G. P. (2018). Follow the "Mastodon": 
Structure and Evolution of a Decentralized Online Social Network. 
Proceedings of ICWSM.

Gehl, R. & Zulli, D. (2021). The Digital Covenant: Non-centralized 
Platform Governance on the Mastodon Social Network. Information, 
Communication & Society, 24(12), 1-18.

================================================================================

GLOSARIUM TERMINOLOGI

ActivityPub: Protokol komunikasi terdesentralisasi yang digunakan oleh 
platform seperti Mastodon, Pleroma, dan PeerTube untuk memungkinkan 
interoperabilitas antar-instance.

AT Protocol: Protokol yang dikembangkan oleh Bluesky untuk menciptakan 
social media yang terdesentralisasi dengan fokus pada user portability 
dan algorithmic choice.

Defederasi: Tindakan memutuskan koneksi antara dua instance dalam 
jaringan Fediverse, sehingga pengguna dari satu instance tidak dapat 
berinteraksi dengan pengguna dari instance lainnya.

Instance: Server independen dalam jaringan Fediverse yang menjalankan 
software compatible dengan protokol ActivityPub atau AT Protocol.

#FediBlock: Hashtag yang digunakan di Mastodon untuk mengidentifikasi 
dan mendokumentasikan instance atau akun yang dianggap problematic, 
memfasilitasi collective blocking actions.

Restorative Justice: Pendekatan terhadap konflik yang menekankan 
rehabilitasi, reparasi harm, dan reintegrasi daripada punishment semata.

[-- Attachment #2: Type: text/html, Size: 10869 bytes --]

                 reply	other threads:[~2025-11-18 11:43 UTC|newest]

Thread overview: [no followups] expand[flat|nested]  mbox.gz  Atom feed

Reply instructions:

You may reply publicly to this message via plain-text email
using any one of the following methods:

* Save the following mbox file, import it into your mail client,
  and reply-to-all from there: mbox

  Avoid top-posting and favor interleaved quoting:
  https://en.wikipedia.org/wiki/Posting_style#Interleaved_style

* Reply using the --to, --cc, and --in-reply-to
  switches of git-send-email(1):

  git send-email \
    --in-reply-to=59e1e1617ec319b9cc3174d2443b9a8d@disroot.org \
    --to=jimedrand@disroot.org \
    --cc=gwml@vger.gnuweeb.org \
    /path/to/YOUR_REPLY

  https://kernel.org/pub/software/scm/git/docs/git-send-email.html

* If your mail client supports setting the In-Reply-To header
  via mailto: links, try the mailto: link
Be sure your reply has a Subject: header at the top and a blank line before the message body.
This is a public inbox, see mirroring instructions
for how to clone and mirror all data and code used for this inbox